The secret to mountain biking is pretty simple. The slower you go the more likely it is you’ll crash. ~Julie Furtado

Tentu bukan terinspirasi oleh Julie Furtado jika saya nekat ke TW3 dengan memakai ban slick alias gundul. Bukan biar ngacir agar tak celaka. Sungguh, saya tidak membayangkan jika kondisi jalur basah diguyur hujan. Saya hanya akan menjadi bahan tertawaan teman-teman seperjalanan.
Baiklah, mari kita perjelas dulu.
Belakangan saya jarang main offroad. Seingat saya, sudah lebih dari setengah tahun saya tak bermain offroad. Kebanyakan onroad. Kalaupun offroad ya sekadar jalan aspal berlubang. Makanya, Giant XTC Satuhati saya pun aku ganti bannya dari ban pacul ke ban gundul. Jika dulu saat pakai ban pacul selalu diikuti lebah kala memacu si Satuhati di jalan aspal, setelah ban ganti gundul jadi sunyi. Senyap. Digantikan oleh angin yang menerpa wajah.
Lalu, datanglah tawaran itu. Dari Fami, koordinator offroad KGC. Awalnya rencana mau ke RA. Cuma karena sudah sering, akhirnya dipilih TW3. Setahun silam KGC sudah menjajal TW1. Sekarang ada jalur baru yang kata Fami sedikit makadamnya. Jalanan banyak rerumputan dan tanah humus. Saya pun tak khawatir menggunakan ban slick. Padahal sudah mau pakai sepeda jablay alias Xtrada 2.0 yang masih memakai ban pacul.
Malam sebelum ngetrack, aku masih kirim pesan ke Fami menanyakan apakah pakai ban gundul gak masalah. Tak ada jawaban. Aku pun menyimpulkan tak masalah.
Begitulah, pagi hari (16/7/2011) sepuluhan KGCers sudah berada di Warung Mang Ade. Ditambah teman2 dari AstraGraphia Cyclist dan THCC, total ada 23 goweser yang akan menjajal TW3 lanjut ke RA. Sarapan nasi goreng porsi kurang nendang akhirnya kami menuruni Jalan Raya Puncak menuju ke portal Telaga Warna.
Briefing sebentar sebelum akhirnya kami nanjak menuju ke jalan makadam. Jalur TW1 melewati jalan ini juga, sebelum berpisah di kelokan paling tinggi dari jalur ini. TW1 belok kanan menyusuri jalan makadam, TW3 belok kiri masuk ke single track membelah kebun teh.
Pemandangan yang tersaji begitu rupawan. Menyisir gigir dengan sebelah kiri dan kanan kebun teh. Lalu di kejauhan gunung gemunung tersapu kabut tipis amat mendebarkan hati. Betapa agungnya keindahan alam ini.
Namun, di balik keindahan itu tersaji jalur maut yang siap mengguncang mental penggowes. Turunan tanah dengan kontur tak rata, lalu bersambung dengan kelokan tanah tersembul bebatuan. Atau turunan berumput dengan suluran akar di sana-sini muncul siap mencederai mereka yang tak hati-hati.
Pada beberapa tempat ada gundukan atau drop off yang bisa digunakan untuk menerbangkan sepeda kita. Seberapa tinggi tergantung keberanian Anda.
Setidaknya ada 2 turunan panjang tanah, satu turunan tanah dengan batu besar di sana-sini, dan satu turunan rumput dengan suluran akar muncul di beberapa tempat yang siap memelesetkan roda sepeda Anda.
Tiga kecelakaan membuktikan bahwa jalur ini memang butuh olah teknik untuk melintasinya. Ada yang sepedanya rolling, jatuh menyamping meninggalkan tanda mata di sepeda yang masih kinyis2, sampai terguling bersama penggowesnya. Saya beruntung bahwa pada turunan panjang masih bisa meraih batang pohon yang melintas di atas jalur. Padahal sepeda sudah tak bisa saya kendalikan akibat roda sepeda tak memperoleh gaya gesek sama sekali. Tangan kiri menyantol batang pohon, sementara tangan kanan memegang satu setang sepeda, yang jika tak bisa terpegang akan saya lepaskan.
Jalur TW3 menurut saya memang cocok buat latihan downhill bagi pemula. Beberapa drop off-nya cukup membuat deg-degan. Padahal panjang jalur tak lebih dari 5 km. Turun dari ketinggian 1.400-an mdpl ke 1.000-an mdpl.
Setelah bertemu dengan Jalan Raya Puncak, jalur disambung ke RA melalui gerbang Gunung Mas. Kali ini selepas Ngehe-1 kami tidak melanjutkan ke Ngehe-2, tapi berbelok kanan. Ada yang lewat jalur kondangan (pertengahan Ngehe-1) belok kanan, ada yang lewat jalur makadam. Di sini seorang KGCers kembali jatuh. Dua kali malahan. Jalur turun berumput dengan kontur tak rata melenakan penggowes.
Jalur ini akan bertemu dengan jalur RA klasik, masuk ke jalan aspal yang merupakan jalan alternatif Ciawi – Cisarua. Dimulai sekitar pukul 9.25, offroad kali ini berakhir sekitar pukul 14.00.
Lain kali, jangan pakai ban slick di RA hehe … Tetapi tetap saja ujaran Julie Furtado yang seorang penyepeda gunung dari Amerika Serikat tadi ada benarnya juga. Semakin lambat menuruni turunan lebih besar risikonya jatuh. Tak percaya? Jangan Anda buktikan.
Track dan foto2 lainnya bisa dilihat di sini.