Suaka Elang merupakan sebuah lembaga yang berbentuk jaringan, terdiri atas berbagai lembaga institusi pemerintah seperti Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS), Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BTNGGP), Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jabar, Puslitbanghut, dan LIPI.
Selain itu, Suaka Elang juga bersinergi dengan LSM Raptor Indonesia (RAIN), PILI-NGO Movement, Yayasan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC), International Animal Rescue- Indonesia Program, Raptor Conservation Society (RCS), dan MataElang.
Bergabung juga beberapa perusahaan besar seperti Chevron Geothermal Salak. Lembaga ini bergerak di bidang konservasi raptor dan habitatnya melalui rehabilitasi, sanctuary, dan pendidikan lingkungan berbasis raptor.
Lokasinya berada di kaki Gunung Salak sisi timur. Terletak di ketinggian sekitar 800 m di atas permukaan laut. Pohon pinus melingkupi kawasan ini. Selain kawasan suaka dan kandang rehabilitasi, tempat ini dilengkapi pula dengan tempat berkemah. Tak jauh dari sini juga ada Curug Cibadak.
Ke sini lah aku menggowes pada Sabtu 30/7/2011, ditemani Ketut. Berhubung mengejar waktu maka dari gowes dimulai dari Botani Square. Maunya gowes dari Jakarta, cuma karena sorenya dibutuhkan ya terpaksa diubah rencananya. Waktu mepet membuat jalan yang aku lalui juga yang konvensional meski ada jalan yang lebih menantang. Dari Botani Square merangkak ke arah Tajur, belok ke arah Batutulis. Lumayan dapat turunan sampai ke jembatan selepas Stasiun Batu Tulis.
Ini kali kedua melewati jalur ini. Sebelumnya berdua dengan Alfa melalui jalur alternatif ke Sukabumi ini untuk nanjak ke Embrio. Ya, Suaka Elang lokasinya tak jauh dari Balai Embrio Ternak (BET). Hanya agak ke arah sisi timur kaki Gunung Salak. Makanya, sampai Warso Farm masih hapal kapan harus gowes kenceng, kapan harus menyimpen tenaga.
Dari Warso Farm masih lanjut arah Sukabumi. Ada bonus tanjakan maknyus. Nanjak terus berbelok nanjak juga hehe… Sampai kemudian bertemu pertigaan dan ada Indomaret di salah satu ujung pertigaan. Untuk ke Suaka Elang ambil jalan lurun, namun isi air minum dulu. Soalnya setelah ini tak ada warung yang representatif.
Jalan agak menyempit. Mengikuti jalan ini yang menanjak landai sebelum akhirnya ada papan petunjuk Suaka Elang belok kanan 2,5 km. Nah, ikuti petunjuk dan tak usah mengeluh dengan tanjakan. Yang saya keluhkan justru lalu lalang truk yang membuat jalan aspal beberapa terkelupas. Truk ini mengangkut pasir dan koral yang membuat saya penasaran dari mana sumbernya. Sepanjang menanjak menuju ke Suaka Elang ada beberapa jalan masuk menuju ke sumber pasir dan koral. Sayang, waktunya tidak banyak.
Setelah berjibaku dengan lalu lalang truk sampailah kita ke perempatan dengan salah satu sudutnya bangunan Sekolah Dasar. Ambil yang lurus menuju aspal yang terkelupas di sana-sini. Ada pohon besar di sebelah kanan jalan dengan bau dupa menguar.
Jangan kaget jika ujung jalan ini adalah gerbang dengan dua belati di atasnya dan seolah-olah buntu. Menyempil dan hampir teralang tiang gerbang tadi ada plang yang menunjukkan Suaka Elang tinggal 500 m lagi tapi tandanya lurus. Padahal lurus ada gerbang besi yang tertutup. Ternyata gerbangnya tidak dikunci.
Lima ratus meter jalan terakhir ini berupa jalan tanah yang awalnya cukup lebar namun ke dalamnya menyempit dan akhirnya berupa single track dengan bebatuan di sana-sini. Mesti hati-hati jika tak mau terjungkal. Di kiri kanan terdapat tanaman albasia. Cukup tinggi untuk melindungi dari terpaan mentari.
Akhirnya tanjakan terakhir yang sudah ditutup konblok mengantar kita ke pos penjagaan Suaka Elang. Membayar uang masuk Rp 2.500,- dan memarkir sepeda di belakang pos, aku dan Ketut segera menuju ke kandang display dengan menyeberang jembatan gantung.
Setelah mengisi waktu istirahat dengan melihat elang yang sedang direhabilitasi sebelum dilepasliarkan dan mengobrol dengan petugas di sana, akhirnya kami pun amit mundur.
Pulangnya tentu lebih cepat daripada berangkat karena lebih banyak turunannya.