Remeh Temeh #JSJP: Dibuang Sayang

 

Kebersamaan selama berhari-hari dengan orang-orang dari latar belakang berbeda yang baru bertemu untuk pertama kalinya tentu menimbulkan banyak kesan dan kenangan. Begitu juga dengan Jelajah Sepeda Jakarta Palembang yang berlangsung selama 7 hari.

Meski relatif tak banyak bergaul karena sempitnya waktu, namun banyak kenangan yang timbul dari jelajah tersebut. Kenangan yang entah kapan bisa terulang kembali.

Selain kenangan, ada juga cerita lucu yang muncul selama mengarungi hari-hari yang berat dan membuat tubuh penat. Cerita ini ada yang saya lihat sendiri, ada juga yang saya dengar dari orang lain. Jadi kadar ceritanya sudah tidak ori lagi. Tapi ya KW1 masih masuklah.

Ambil misalnya seorang peserta yang baru sadar bawa kamera tapi tidak beserta baterainya. Sepertinya dia mempersiapkan betul untuk acara besar itu sehingga malam sebelumnya baterai kamera diisi ulang hingga penuh. Apa daya, ternyata malah terlupakan di detik-detik akhir keberangkatan. Makanya, begitu ingin memotret saat mau masuk ke ferry baru tersadar. Kok kamera tidak bisa on? Ternyata oh la la …. Lalu ada yang nyeletuk, “Umur gak bisa bohong.” Yah, dimaklumi sebab peserta itu termasuk senior.

Bicara soal kamera, saat latihan pun sudah terjadi masalah serupa. Bahkan bisa dua kali kelupaan untuk dua hal yang berbeda tapi satu substansi. Ya baterai! Yang pertama ia menyuruh pelatih yang naik motor untuk memotret2 suasana latihan. Setelah menerima kamera, pelatih itu lalu ke belakang dulu karena lalu lintas ramai. Sejurus kemudian ia balik lagi dan memberi tahu bahwa baterai sudah habis. Jadi tidak bisa dipakai kameranya.

Latihan minggu berikutnya peserta tadi memberikan kamera ke pelatih lagi dengan bilang bahwa baterai sudah dicharge. Full. Eh, tak seberapa lama setelah tim berjalan beriringan melalui rute latihan pelatih tadi mendekati peserta itu sambil bilang, “Pak, kameranya enggak ada baterainya!” Peserta tadi kaget dan baru sadar. Baterai masih terpasang di charger yang ada di rumah!

Kali lain kejadian terjadi di hotel. Sepertinya ada beberapa peserta yang belum terbiasa dengan situasi hotel. Terlebih selama JSJP ini tim menginap di hotel dengan beragam kelas. Mulai dari yang biasa sampai yang canggih.

Misalnya saja di Amelia Hotel, Bandarlampung. Hotel ini cukup canggih karena menggunakan kunci magnetik. Dan yang digunakan bukan tipe yang digesek tapi ditempelkan. Nah, ada yang begitu terima kunci kartu itu ia segera menuju ke kamarnya dengan sok yakin. Cuma ia hanya terbengong-bengong kebingungan bagaimana menggunakan kunci itu. Akhirnya ia menunggu temannya. Ternyata sama juga tidak tahunya. Akhirnya tanya ke petugas dan dikasih tahu caranya.

Lain lagi dengan kejadian di Grand Zuri Palembang. Seorang peserta begitu masuk lift kebingungan kok lantai 7 tidak bisa dipencet. Coba pencet beberapa lantai hanya sampai angka 3 yang langsung menyala begitu dipencet. Akhirnya ia ke lantai 3 dan bertanya ke petugas yang ada di situ. Ternyata kartu harus ditempelkan di sebuah area di bawah angka-angka penunjuk lantai.

Kejadian ini mengingatkan peristiwa sejenis di Wisma Pondok Indah. Kalau di sini angka lift ditaruh di luar lift. Jadi bukan di dalam lift. Saat pintu lift hampir tertutup, tiba2 ada orang yang mau masuk. Spontan ada yang nahan dan orang tersebut bisa masuk lift. Namun saat mau memencet tombol angka lift dia terlihat bingung. Lo, kok dinding lift mulus? Tak ada tombol2 angka? Setelah bertanya ia baru ngeh bahwa tombol ditaruh di luar.

Masih seputar hotel Grand Zuri. Kali ini soal handuk. Seperti kita ketahui, manajemen hotel2 berbintang menaruh handuk di kamar mandi dengan menyediakan dua jenis. Jika akan digunakan oleh dua orang maka akan ada dua tumpukan handuk di rak paling atas dan ada satu handuk di rak bawahnya. Handuk yang bawah ini lebih kecil namun lebih tebal. Ini adalah handuk untuk alas kaki biar permukaan kamar mandi tetap kering karena biasanya hotel menggunakan bathtube atau showes berpenutup.

Nah, ada salah seorang peserta yang begitu masuk hotel langsung mandi karena merasa gerah. Setelah selesai mandi ia lalu bingung melihat tumpukan handuk. Karena mengira yang tebal lebih bagus, maka dipakailah handuk yang sesungguhnya untuk alas kaki itu sebagai pengelap air di badan.

Bicara mandi tentu akan menggelikan ketika sedang asyik-asyiknya mandi lampu penerangan mati atau air tidak mengocor. Itulah yang kami alami di mess PT Bukit Asam. Ketika beberapa peserta sedang mandi, tiba-tiba saja lampu mati! Yang sedang mandi otomatis keluar sambil handukan. Eh begitu lampu nyala, gantian air kran mati! Naas yang sedang sabunan!

Listrik mati dialami juga saat menginap di Hotel Duta Kotabumi. Begitu semua peserta masuk kamar dan mulai istirahat sejenak, tiba2 lampu mati. Tidak sekali dua kali, tetapi berkali2. Ada yang menduga hotel tidak siap dengan membeludaknya tamu. Jika setiap kamar diisi 2 orang, maka setidaknya tim JSJP menempati 26 kamar. Belum kamar untuk kru pendukung. Bisa dibilang kamar hotel terpakai semua. Makanya, beberapa peserta kemudian ngumpul di halaman hotel menunggu petugas membetulkan kasus jeglak-jegleknya listrik yang bikin jengkel.

Ngumpul selain menghindari gelap2an di kamar bisa menjadi ajang ngobrol dan berkenalan lebih jauh. Soalnya ada peserta yang baru kenal saat JSJP dan ditaruh dalam satu kamar. Alhasil mereka harus beradaptasi satu sama lain. Terlebih tak setiap kamar di tempat penginapan menyediakan ranjang double. Ada yang single. Polah tingkah teman sekamar yang belum saling mengenal itu bikin keki dan kelucuan juga.

Misalnya saja ada yang pagi-pagi buta dipeluk teman sekamarnya. Terang saja ia kaget dan agak kesal. Bisa jadi si pemeluk itu terbiasa tidur sendirian dengan ditemani guling. Maklum masih bujangan. Ketika badan sudah capai dan tidur sudah dalam keadaan lelap, maka segala hal bisa saja terjadi. Begitu tangannya meraba benda berbentuk bulat, pikiran langsung melayang ke guling. Lalu, ya peluk saja untuk menambah asyiknya tidur.

Kisah lain yang mirip adalah soal teman sekamar yang ngorok. Ada yang tidak percaya dirinya ngorok sampai harus direkam dan diperdengarkan rekaman itu. Namun ada peserta yang “terganggu” karena teman sekamarnya rajin ngomong alias suka ngobrol. Tak masalah kalau mata masih kuat buat diajak melek. La kalau sudah byar pet dan mau istirahat tapi masih diajak ngobrol. Mau cuek tidak enak karena yang ngobrol orangnya sudah senior. “Akhirnya saya mencoba mendahului masuk kamar dan langsung tidur!” kiat peserta tadi.

Masih banyak kejadian-kejadian lucu selama JSJP ini. Ada yang menelepon sambil menabrak kaca karena tidak tahu ada kaca di depannya. Ia mengira ruangan makan itu los menuju halaman luar sehingga saat menerima telepon ia mau menjauh agar tidak terganggu atau mengganggu obrolan di meja makan.

Atau peserta yang sepertinya baru pertama kali naik pesawat komersial. Begitu tas bawaannya masuk bagasi dan ternyata lari entah ke mana ia masih kepikiran soal tas itu begitu sudah duduk di kursi dan hendak lepas landas. “Nanti tasku gimana ya?”

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s