Dalam sebuah obrolan dengan Pak Yos, salah seorang peserta Jelajah Sepeda Jakarta Palembang yang sudah sepuh, ada satu kalimat yang selalu terngiang di telinga. Tubuh harus disiksa. Pak Yos mengucapkannya sambil tersenyum, senyum khas beliau. Tentu bukan dalam arti disiksa menggunakan senjata atau dalam artian ekstrem lainnya. Ucapan itu menjawab pertanyaan saya setelah melihat Pak Yos yang sering menggowes dengan “kombinasi gigi” berat meski menanjak.
Dalam banyak hal saya mengamini omongan Pak Yos ini. Sesekali kita harus “menyiksa”, atau memaksa tubuh bekerja melampaui titik kekuatannya. Push your limit!
Dalam kaitan itu, beberapa kali dalam persepedaan saya “menyiksa” tubuh. Beruntung ada teman2 “gila” yang mau menemani proses itu. Seperti yang sudah saya tulis di sini, Gowes Waisak masuk dalam kategori ini. Tak ada hari yang santai pada empat hari itu. Sebuah perjalanan yang memberi saya pelajaran sebuah ketegasan (meski susah dilaksanakan mengingat dengan teman yang sudah sangat akrab).
“Menyiksa tubuh” membuat kita jadi tahu batas kemampuan tubuh. Meski untuk ini butuh pengenalan yang lebih intensif. Dari beberapa kali gowes itu saya jadi tahu kapan harus berhenti beristirahat. Dalam menanjak juga tahu kapan harus menggowes sambil berdiri, kapan harus mengganti gir, dan lain sebagainya.
Jadi, tak ada salahnya menyiksa tubuh untuk tahu batas kemampuan kita.