Menyapa Dieng: Prolog

image

Rencana gowes ke Dieng terpantik saat saya melihat foto matahari terbit yang diambil dari G. Sikunir. Ini merupakan tempat tertinggi di Dieng. Di latar depan Telaga Warna kalau tidak salah. Sedangkan di latar belakang pemandangan kota Wonosobo. Satu frame lain memperlihatkan G. Sindoro dan Sumbing.

Setelah melihat kalender, ternyata ada tanggal merah di hari Jumat, Idul Adha. Waktu sudah ditetapkan. Kesibukan kerja menenggelamkan rencana itu dan tiba2 saja sudah mepet. Nyari bus pada penuh karena banyak yang ingin mudik di Lebaran Haji ini.

Untung, Yanto menemukan kursi kosong di Dieng Indah jurusan Wonosobo. Berangkat dari Lebakbulus. Rasa ketar-ketir lenyap di hari keberangkatan. Saya pun berbulat tekad membawa Federal.

Sampai Lebakbulus bus belum masuk. Penumpang lumayan ramai. Jadwal pukul 17.00 molor sampai mendekati pukul 18.00. Berkah bagi Ketut yang rantainya putus saat berangkat dari rumah ke Lebakbulus. Jadi bisa sampao terminal sebelum bus berangkat.

Ini pertama kali membawa Federal yang masih cupu naik bus. Ternyata ukuran yang besar dan masih pakai hub sekrup bikin senewen. Mana fender dan rak membuat sepeda tak bisa leluasa masuk bagasi.

Akhirnya, dengan susah payah bisa juga Federalku masuk bagasi. Fender dan endbar kudu dicopot. Itu pun posisinya tidak bisa berdiri tegak. Tapi miring. Ah, ternyata harus bawa sepeda minimalis dan ber-quick releasr.

Di sini, di atas bus Dieng Indah yang merayap dalam kemacetan di tol JORR, saya dan Ketut, Yanto, serta Frefy menuju Wonosobo. Dari sini merayap menuju Dieng. Tempat yang penuh dengan aura magis.

Semoga kami selamat kembali ke Jakarta membawa sebuah pencerahan.

Advertisement

4 Comments

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s