Touring Dengan Seli, Mengapa Tidak?

gussur.com – Setelah tertunda, akhirnya kesampaian juga gowes jarak jauh dengan sepeda lipat (lagi). Ya, dulu beberapa kali pernah berseli dengan jarak lebih dari rumah – kantor yang 20-an km.

Purwokerto – Cilacap, Candi Borobudur – Candi Prambanan, Jakarta – Bandung via Subang adalah beberapa rute yang pernah aku susuri dengan seli Polygon Urbano.

Kali ini menjajal Merida, Merah Item Dahon. Seri Speed P8. Kata orang sih bagus buat touring karena berbahan chromoly. Awalnya mau mencoba rute Cirebon – Kuningan – Ciamis dengan memadukan moda transportasi kereta api. Melihat seberapa ringkas sepeda lipat ini di dalam gerbong kereta.

Sayang, ada keperluan lain yang lebih penting sehingga hanya punya waktu sehari. Itu pun harus pulang malam hari. Jadilah jalur Puncak menjadi pilihan. Gowes dari Condet – Mang Ade sudah cukup memberi gambaran kinerja Merida.

Berangkat sekitar pukul 6.30 dari rumah langsung menuju ke Gramedia Depok. Kebetulan Didi cs mau bikecamping ke Cibodas. Jalan bareng sampai Mang Ade. Rencananya.

Rute Margonda – Bogor belum terlalu mewakili untuk menilai kinerja Merida. Namun, selintas dengan melewati banyak penjebak kecepatan (speed trap) di beberapa ruas, memberikan kenyamanan soal pengendalian. Berbeda dengan sepeda lipat Urbano generasi awal yang terasa ringkih.

Bisa jadi karena lipatan seli Dahon lebih bagus mekanismenya dibandingkan Urbano. Dia mengikat di lipatannya dan tidak sekadar mengunci menggunakan tuas yang kemudian dikunci. Ditambah perbedaan lebar ban. Di Urbano terpasang ban dengan lebar 2.0 sedangkan di Merida 2.25 (kalau gak salah).

Menyusuri Tajur baru terasa enaknya Merida. Menggulirkan crank nyaman-nyaman saja dengan sprocket tengah, dari delapan yang ada. Tentu saja belum teruji karena tanjakan masih terhitung pemanasan.

Baru setelah pertigaan Gunung Geulis Resort keandalan Merida diuji untuk merayapi kemiringan jalan. Dengan groupset yang masih standar pabrikan, langsung saja sprocket bergulir ke gir yang besar. Kekokohan handlebar sangat membantu dalam menekan pedal. Tak was-was selayaknya Urbano.

Beberapa tanjakan lain dapat dilewati dengan mulus. Beberapa memang butuh sedikit ruang untuk menggoyang-goyangkan roda depan. Kanan kiri, kanan kiri hehe… Namun tidak sampai zigzag seperti saat membawa Urbano menyusuri Subang – Bandung via Tangkubanperahu. (Lihat: “Fun Bike” Jakarta Bandung via Subang)

Sempat berhenti selepas Cimori yang atas untuk memberi tahu Didi cs bahwa mau lanjut terus ke Mang Ade karena takut kesorean pulangnya, pelan tapi pasti Merida menyusuri jalur Puncak. Dari Tajur sekitar pukul 11.00 sampai Mang Ade pukul 14.00 lewat sekian menit.

Oya, saya hanya membawa tas kecil yang nangkring di rak Tourist DX. Jadi jika membawa beban penuh, mungkin kepayahan juga menanjak jalur ini. Bisa jadi perlu zigzag, terutama di tanjakan-tanjakan akhir ketika tenaga sudah terkuras.

Saat turun hanya kampas rem saja yang membuat saya deg-degan. Soalnya kampas rem belakang sudah terlalu aus. Mau ganti belum sempat juga. Tergerus oleh arus kerja yang mengalir deras.

Dari penjajalan itu, rasanya touring dengan seli ini siap untuk dilaksanakan. Tapi kapan? Nasib kuli ….

Jalur gowes Condet – Mang Ade – Stasiun Bogor bisa dintip di sini.

Sedikit foto-foto ada di sini.

1 Comment

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s