gussur.com – Dari Santolo saya mencoba kembali ke Jakarta dengan mampir ke Ciwidey melewati Pantai Cidaun dan mampir di Pantai Rancabuaya. Dari Wisma LAPAN sekitar pukul 09.00, menyusuri jalur sisi pantai selatan ini membersitkan keinginan untuk turing pantai selatan dari Ujungkulon di Banten ke Banyuwangi di Jawa Timur. Kapan?
Jalanan mulus, lebar sekitar 6 m. Hanya panas yang menjadi kendala. Namun sepertinya terusir oleh hembusan angin dari darat ke laut. Cenderung terbuka tanpa pohon peneduh. Kanan kiri didominasi padang ilalang. Tentu juga dengan kontur khas Pantai Selatan. Berbukit!
Yah, jalanan rolling dan di banyak “lembah” terhampar jembatan panjang. Jarak antara Santolo sampai Rancabuaya yang sekitar 30 km itu tersua lebih dari 20an jembatan. Baik yang besar atau kecil. Masih ada beberapa jalan rusak (parah), tapi tak panjang. Sekitar 1 km.
Petunjuk Pantai Rancabuaya cukup jelas. Ada perempatan, di salah satu pojokan kiri jalan ada Alfamart. Rancabuaya arah ke kiri, tak sampai 500 m. Jalanan menurun, yang langsung memperlihatkan pantai. Hanya saja, jalan mulus tadi berhenti di depan Hotel Villa Jaya Sakti 1.
Menjelang sore itu karang terhampar di pantai. Air laut sudah surut. Setelah beres mencari penginapan, saya langsung menuju ke ujung dari jalan ini. Jalanan tanah memandu saya ke tempat pelelangan ikan mini. Terlihat beberapa orang melakukan transaksi membeli ikan yang sepertinya akan dipakai buat buka puasa.
Jalanan sempat menyempit yang membuat aku ragu-ragu. Namun melihat truk yang ada di depan tadi bisa lewat dan menghilang di kelokan jalan, saya pun pede aja. Benar saja, selepas jalan sempit yang berbatu tadi terhampar lapangan yang lega. Di sisi kiri berderet-deret penginapan sederhana dan warung makan. Kotak styrofoam menghias setiap warung yang mengindikasikan menjual ikan untuk siap dibakar.
Sebelum ujung berakhir, terdapat jalanan aspal ke arah bukit dengan plang petunjuk lokasi evakuasi. Bukit setinggi sekira 20-an meter itu memang menjadi tempat berlindung yang paling dekat dari pantai.
Sembari menunggu buka puasa, saya menuju ke hamparan karang selebar sekitar 10 m yang memisahkan pasir pantai dan lautan lepas. Beberapa cekungan karang terisi air, menjadi rumah beberapa ikan. Nun jauh di sana, pelan tapi pasti matahari memancarkan cahaya terakhirnya di hari itu.
Di salah satu saung yang ada di ujung Pantai Rancabuaya ini saya akhirnya membunuh rasa penasaran akan “mata lembu”. Ya, semenjak di Santolo saya penasaran dengan “mata lembu”.
***
Pagi hari saya akhirnya bermain-main di dekat pendaratan perahu. Di sini pasirnya paling banyak dan ada semacam “pintu” tempat keluar masuk perahu. Tak ada karang di pintu ini sehingga perahu bisa leluasa keluar masuk dan mendarat di hamparan pasir.
Pagi itu tidak ada perahu yang bersandar. Masih terlalu pagi katanya. Sekitar sejam lagi mungkin baru ada yang datang. Saya lalu asyik memperhatikan orang yang mancing. Perhatian saya kemudian teralihkan oleh seorang anak kecil yang datang membawa perahu-perahuan.
“Bikin sendiri perahunya?” saya mengajaknya ngobrol.
Namanya Ical. Kelas 3 SD. Sedang menunggu orangtuanya yang mencari ikan. Bikin sendiri perahunya.
Ical asyik menyeret perahunya yang berisi sebongkah batu sebagai muatan di kolam yang agak luas di hamparan karang. Ombak yang datang pergi silih berganti membuat gelombang di air kolam itu.
Karena harus bergegas pulang sembari mampir ke Ciwidey saya pun beranjak pulang kembali ke penginapan ketika sebuah perahu datang. Dengan kecepatan yang sepertinya tak dikurangi perahu itu melaju menuju hamparan pasir. Dorongan itu mampu membawa perahu ke hamparan pasir sekujur tubuhnya.
Tanya mengemuka, mengapa dinamakan Rancabuaya? Tempat berkumpulnya buaya di sini? Googling akhirnya menemukan penjelasan soal itu.
Dalam bahasa Indonesia Ranca sepadan dengan habitat tempat sekumpulan hewan jenis tertentu menempati suatu kawasan, misalnya Ranca Badak yang ada dekat Pantai Jayanti Cidaun Cianjur. Ranca itu biasanya tempat yang di dataran rendah yang banyak berair sehingga kubangan-kubangan air sangat melimpah di tempat seperti ini. Tempat seperti ini biasa di sebut rawa. Hewan yang biasa hidup di tempat seperti ini adalah buaya, biawak, ular, badak, kerbau, dll.
Dengan begitu, tempat ini dinamakan Rancabuaya bisa jadi di sekitar pantai menjadi habitat kawanan buaya. Dulu tempat ini mungkin saja masih sepi, belum dihuni oleh manusia.
Akan tetapi, ada yang menginterpretasikan lain. Rancabuaya juga berarti rawa atau ranca pinggiran pantai yang memang bentuknya seperti buaya yang sedang menjulurkan badannya ke arah laut. Ini memang terlihat jelas bila Anda melihatnya dari Pantai Jayanti Cidaun. Terlihat jelas seperti buaya. Dari sinilah orang menyebutnya Rancabuaya.