gussur.com – Hampir 20 tahun ngendon di Jakarta, belum pernah sekalipun muncak di tugu Monumen Nasional. Padahal sudah sering main di bawahnya. Sempat pas hari libur panjang membawa anak-anak berniat muncak. Namun melihat antrian yang mengular jadi batal deh. Apalagi waktu itu panas amat terasa memeluk tubuh. Ketika membaca berita soal wisata malam di Monas, saya pun langsung berminat kembali.
Mengetahui bahwa wisata ini diminati banyak orang, saya pun berangkat agak lebih sore. Loket dibuka pukul 19.00 – 22.00. Ternyata libur panjang 5 – 6 Mei itu tak hanya menimbulkan kemacetan di jalanan arah keluar Jakarta. Di dalam kota sendiri juga terasa macetnya. Terlebih waktu menuju parkiran di IRTI. Akhirnya sudah menyala juga lampu-lampu jalanan. Gelap sudah mengurung Monas.
Ketika sampai di pelataran Monas, antrian menuju lift yang akan mengantar ke puncak Monas sudah panjang. Tanya petugas, loket masih buka tapi antrian bisa 3 jam lebih. Karena kurang persiapan, kalau menunggu bisa sampai jam 10 malam lebih, maka saya pun mengurungkan niat muncak.
Akhirnya masuk ke ruang cawan. Baru sekali ini masuk dan melihat ruangan dalamnya. Ada undakan di sisi luar yang berfungsi sebagai tempat duduk. Di belakang undakan ada dinding melengkung yang menjadi mainan perosotan anak-anak. ABG juga ada sih. Sementara di dinding sisi dalam ada empat hiasan yang berbeda. Yang pertama ada peta Indonesia. Lalu lambang negara Garuda Pancasila. Sisi ketiga naskah proklamasi. Nah, sisi keempat menjadi tanda tanya. Hanya ada hiasan semacam gapura saja.
Tanda tanya itu terjawab ketika ada pengumuman bahwa pembacaan detik-detik proklamasi akan dilakukan sebentar lagi. Seketika ruangan menjadi gelap dan lampu kilat menyala-nyala. Lalu terdengarlah suara Bung Karno yang membacakan Naskah Proklamasi. Bersamaan dengan itu, gapura tadi membuka dan dari dalamnya keluar Naskah Proklamasi dalam kotak kaca.
Sekitar sejam kemudian saya mengajak si bungsu untuk pulang. “Balik besok saja ya,” janjiku.
***
Esoknya, tanggal 6 Mei 2016, saya berangkat lebih awal. Kali ini naik Commuter Line. Biar tidak ribet soal parkir. Naik dari Stasiun Pasar Minggu dan turun di Stasiun Juanda. Ternyata stasiunnya luas juga. Ada beberapa kios di lantai dasar.
Masih sore tiba di pelataran Monas membuat kami bisa leluasa berfoto-foto dulu. Kali ini kami berhasil muncak ke Monas. Seperti terlihat di foto-foto di bawah ini. (Capek nulisnya hehe ….).
O ya, untuk masuk ke Monas ini, pintu masuknya ada di sisi utara. Jadi kalau parkir di IRTI ya mengitari setengah pelataran Monas. Ada tenda putih di dekat pintu masuk. Setelah menuruni tangga akan ketemu loket. Namun loket ini hanya melayani tiket masuk Monas saja. Untuk naik ke puncak harus membeli tiket di dalam cawan.
Ruang amphiteater di dalam cawan.
Naskah Proklamasi yang keluar dari dalam gapura.
Antrian membeli tiket untuk naik ke puncak Monas.
Berkapasitas sekitar 11 orang dewasa, lift Monas hanya memiliki tiga lantai yang dituju. Angka 1 menunjuk ke lantai dasar, 2 menunjuk ke Cawan, 3 menunjuk ke puncak Monas. Agar arus lalu lintas pengunjung tidak ruwet, maka setelah dari puncak pengunjung akan diturunkan di Cawan. Dari sini pengunjung akan turun melewati tangga.
Istana di lihat dari gardu pandang Monas.
Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral.
Lampu sorot lidah api yang mati.
Lampu warna-warni yang membuat Monas bermandikan cahaya aneka rupa.