BPJS Kesehatan, Antara Swasta dan Negeri

gussur.com – Memanfaatkan libur di hari kerja mencoba layanan kesehatan BPJS. Sudah lama pingin bersihin gigi.

Pagi2 setelah antar anak, sekitar pukul 07.00 ambil nomer antrian. Dapat angka 139. Petugas satpam mengingatkan bahwa Puskesmas buka pukul 8.30.

Saya datang pukul 09.15 dan ternyata nomer antrian yang dipanggil sudah di angka 160-an. 

Langsung menuju loket pendaftaran, termyata masih harus memdaftar lagi untuk antri di poli gigi. Dapat nomer 48.

Di Puskesmas Kramatjati ini poli gigi di lantai dua. Pas mau naik, satpam dekat tangga menyilakan saya menunggu di luar saja karena di atas penuh.

“Nanti dipanggil kok,” kata Pak Satpam.

Pas duduk di luar saya melihat papan elektronik yang menayangkan antrian di beberapa poli.

Canggih juga, pikirku.

Aku pun mengisi waktu sambil membaca buku tanpa mempedulikan papan tadi karena masih lama antrianku.

Sekitar sejam aku melirik ke papan elektronik tadi.

Lo, kok angkanya gak berubah-ubah? Apa dokternya belum datang?

Pas nanya ke satpam yang tadi pagi menjaga mesin pengambilan antrian saya baru tahu papan itu tidak berfungsi untuk beberapa poli.

“Langsung tunggu di atas saja Mas,” sarannya.

Blaik tenan ki. Untung pas ke lantai dua nomer antrian masih lama.

Di poli gigi saya perhatikan kebanyakan pasiennya anak2 kecil dan anak2 tanggung. Rata2 pada cabut gigi.

***

Akhirnya tiba giliran saya. Begitu masuk ruangan terlihat peralatan yang cukup berkelas.

Sebelum dilakukan tindakan, saya ditanya sama susternya.

“Bayar sendiri atau gratis?”

Saya agak bingung menjawabnya sehingga diam sebentar.

“BPJS-nya bayar sendiri atau gratis?” suster tadi mengulang seakan aku belum paham.

“Paroan dengan kantor,” jawabku lugu.

Setelah itu aku pun duduk di kursi “pesakitan”.

“Bagus kok ini giginya. Tak banyak karangnya. Kayaknya rutin periksa gigi ya?” tanya dokter yang lupa namanya.

Mau njawab gimana wong posisi mulut terbuka sementara dokter asyik ngorek2 kotoran.

Tak sampai 15 menit pembersihan karang gigi bawah selesai. Saya pikir lanjut ke gigi bagian atas.

“Dah bersih. Yang atas minggu depan kembali lagi,” kata dokter membuyarkan kebengonganku.

“Enggak sekalian dok?”

“Antrian masih banyak.”

Aku pun langsung pamit mundur sembari menerima pasta gigi sensodyne ukuran mini dari suster tadi.

Aku melirik jam tangan dan memang sudah lewat tengah hari sememtara pasien masih ada sekitar 10-an menunggu.

Aku pikir2 tindakan tadi sekitar 20 menit dengan lama menunggu hampir tiga jam.

***

Saya langsung membandingkan dengan pelayanan yang diberikan oleh layanan kesehatan (klinik) dekat rumah yang jadi rujukan faskes BPJS si bungsu.

Awalnya saya mendaftar menjadi anggota BPJS secara mandiri. Berbulan2 kemudian kantor mendaftarkan semua karyawannya menjadi anggota BPJS. Karyawan yang sudah punya tinggal dialihkan saja pembayaran iurannya. Ternyata kartu BPJS si bungsu nyangkut.

Sebenarnya waktu awal pendaftaran saya sudah mengisi faskes BPJS untuk semua anggota keluarga di klinik dekat rumah ini. Alasannya, sejak kecil anak2 sudah periksa di sini.

Namun entah mengapa kok yang jadi kartu BPJS cuma tiga (dari empat yang didaftarkan). Si bungsu malah terselip.

Pas saya tanya ke HRD kantor suruh nunggu.

Nyatanya berbulan2 gak jadi sampai lupa membayar iuran karena menganggap iuran dibayar bersamaan dengan kartu yang lain.

Pas ditanyakan lagi jebul iuran dari masa transisi belum dibayar. Setelah dilunasi masih butuh beberapa bulan sampai no ID BPJS si bungsu keluar.

Pas si bungsu sakit saya mencoba memamfaatkan kartu itu. Ternyata ada jadwal khusus untuk pengguna BPJS. Tapi tidak terlalu aneh kok. Sehari ada dua jadwal pengguna kartu BPJS: pagi dan malam.

Di klinik ini antrian tak terlalu ramai meski tak sepi2 amat. Yang patut diacungi jempol, saya tidak ditanya dari BPJS mana. Gratis atau bayar. Terus pemeriksaan juga tak berubah dari zaman pertama periksa di klinik ini.

Dokternya pun tak keberatan ditanya2 seputar hasil diagnosis pasien.

Setelah periksa dan ambil obat tinggal tanda tangan saja di daftar pengguna BPJS.

Simple.

Bisa jadi pasien tak sebanyak di Puskesmas kali. Bisa dibayangkan selesai jam berapa kalau di Puskesmas pemeriksaan tidak cak cek.

Semoga Puskesmas bertambah banyak.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s