gussur.com – Seperti biasa dari Stasiun Palmerah menuju ke kantor di Kebunjeruk Jakarta Barat aku naik angkutan umum (angkot) M 11 (Tanah Abang – Meruya). Angkot ini ngetem di tikungan pojok Pasar Palmerah dan bikin kemacetan kendaraan dari Slipi (Palmerah Utara) arah ke Palmerah Barat.
Sewaktu naik M11 yang baru terisi dua penumpang di kursi panjang, di depan saya sudah naik seorang penumpang dengan seragam MNC yang kantornya tak jauh dari kantorku.
Penumpang MNC itu memilih kursi pendek yang kosong. Nah, salah seorang penumpang di kursi panjang itu kemudian pindah ke kursi pendek di sudut, sementara penumpang MNC tadi agak ke pinggir dekat pintu masuk.
“Panas di situ,” kata bapak yang pindah dari kursi panjang ke kursi pendek itu. Saya sendiri duduk di kursi panjang agak mendekat ke depan karena di pojokan belakang sopir sudah ada penumpang.
Setelah itu naik tiga penumpang yang duduk di kursi panjang. Lalu satu penumpang bapak-bapak yang membawa map duduk di kursi pendek sambil menggeser kedudukan penumpang MNC.
“Saya deket situ kok,” kata bapak pembawa map itu.
Jadilah penumpang MNC itu terjepit dua bapak-bapak.
Angkot pun melaju menyusuri Jalan Palmerah Barat. Tak lama kemudian, sekitar 300-an m, di depan RM Padang Sederhana, naik seorang bapak agak gemuk dan berpenampilan agamis. Ia duduk di kursi pendek menggeser bapak pembawa map.
“Saya turun depan situ kok,” katanya.
Sebelum perempatan Bintang Mas, bapak agak gemuk berpenampilan agamis itu membagikan selebaran seperti di bawah ini.
Selanjutnya bapak agak gemuk berpenampilan agamis itu kemudian memijit dengkul bapak di ujung kursi pendek yang pindah dari kursi panjang tadi.
Agak lama sambil kemudian menebak-nebak penyakit apa yang dideritanya. Tak lama kemudian beralih ke penumpang MNC. Cukup lama karena kedua dengkul di pijit dan juga pergelangan tangan kanannya.
Semua penumpang terkesima dengan aksi itu. Tidak ada yang memperhatikan gerak-gerik bapak pembawa map.
Sampai kemudian di depan SPBU depan SD 09 Pagi Palmerah, bapak agak gemuk yang membagikan selebaran dan memijit-mijit dengkul tadi turun. Langsung membayar ke sopir segembol uang.
Ketika angkot sampai depan BCA Palmerah, penumpang MNC tadi gelagapan! Ia kehilangan ponsel yang ada di saku celana bagian kiri. Mukanya langsung pucat.
Penumpang di samping saya menebak bahwa bapak agak gemuk tadilah yang mengambil. Hampir semua penumpang juga bergunjing ke orang yang sama. Penumpang yang membawa map malah menyarankan untuk turun mumpung belum jauh dari tempat turunnya bapak agak gemuk berpenampilan agamis tadi.
“Ah, enggak apa-apa. Lagian layar sudah retak,” kata penumpang MNC sambil mencoba tersenyum. Senyum getir.
Tak seberapa lama bapak yang pindah duduk dari kursi panjang Ke kursi pendek dan bapak pembawa map turun di pertigaan Rawabelong.
Barulah sopir bercerita siapa sebenarnya tiga bapak tadi. Mereka adalah komplotan yang saling mengenal namun naiknya berbeda-beda namun saling berkomunikasi.
Dari cerita sopir tadi para penumpang baru ngeh bahwa yang mencopet adalah bapak pembawa map. Ketika penumpang MNC dipijit dengkul dan pergelangan tangan, maka ia kehilangan perhatian. Saat itulah bapak pembawa map beraksi.
“Pinter juga bapak itu ya, menyuruh Masnya suruh ngejar bapak tadi. Padahal dia yang ngambil,” gerutu seorang penumpang.
Sopir bilang sudah tahu orang-orang tadi tapi takut memberi tahu karena bisa diancam mereka.
“Paling kalau sudah agak penuh saya tolak mereka naik,” katanya.
Kalau penuh mereka tentu tak leluasa beraksi Pak Sopir…
O ya, simpulkan sendiri, jika ternyata para komplotan itu membayar ongkos berlebih jika mendapatkan mangsa. Bapak pertama memberi ongkos Rp10.000 dalam bentuk recehan Rp2.000, sementara bapak kedua selembar Rp10.000 dan bapak pembawa map selembar Rp30.000.
Jadi, hati-hatilah naik angkot.