gussur.com – Angkutan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) tak lantas mati ketika PT KAI berbenah. Juga ketika jalan tol Trans Jawa memanjakan kendaraan pribadi. Ada ceruk pasar yang belum tersentuh oleh keduanya.
Inovasi memang jadi kunci untuk angkutan bus bertahan. Salah satunya menjual kenyamanan selama berkendara. Salah satunya dengan menawarkan sleeper bus. Penumpang bisa tidur dengan nyaman selama perjalanan karena kursi yang diduduki dirancang seperti tempat tidur, namun bisa pula untuk duduk-duduk santai.
Beberapa perusahaan transportasi bus sudah memiliki armada sleeper bus. Kapasitasnya hanya sekitar 20-an kursi, alias separo bus eksekutif. Ada PO Puteramulya, PO Handoyo, dan PO OBL Safari Dharma Raya. Setidaknya itu yang kusua saat mau memesan tiket.
Pilihan jatuh ke PO Handoyo karena ada titik kumpul di Lebakbulus. Lebih gampang dan mudah aksesnya. Ongkosnya Rp290an ribu.
Salah satu kelemahan naik bus yang mesti diperbaiki adalah titik kumpul. Hampir semuanya kurang nyaman. Pun itu di pool mereka. Terlebih yang hanya nebeng di tempat ramai-ramai. Aku berpikir mengapa tidak urunan beberapa PO membuat tempat menunggu yang nyaman?

Titik kumpul di Lebakbulus ini kupikir semacam shelter di terminal. Ternyata hanya tanah kosong di pojokan perempatan Pasar Jumat, seluas sekitar 500 m2. Ada dua pintu untuk masuk dan keluar bus. Di satu sisi berderet-deret agen penjualan beberapa PO, di sisi lain berderet warung-warung makan dan kopi. Di salah satu pojok ada tempat duduk untuk menunggu berupa deretan kursi kayu asal bisa diduduki. Pas menuju ke situ, langsung gak berminat. Banyak sampah dan bau pesing. Akhirnya pindah ke warung kopi.
Dibanding moda transportasi lain, naik bus terasa mewah dalam hal waktu. Bus Handoyo aku tumpangi keluar dari titik kumpul Lebakbulus ini pukul 15.00. Kemudian mampir ke beberapa titik kumpul lain yang searah ke Tol Cikampek. Setidaknya ada empat titik penjemputan sebelum akhirnya masuk Tol Cikampek sekitar pukul 17.00 dan melaju terus sampai tempat tujuan.
Sleeper bus Handoyo ini berkapasitas 21 penumpang. Tempat tidur terbagi atas dua dek, atas bawah, kiri kanan. Untuk masuk ke kursi masing-masing, penumpang harus copot alas kaki. Pihak bus memberikan tak plastik untuk menyimpan alas kakinya. Saranku sih pakai sendal saja. Lebih mudah jika mau naik-turun bus.
Oya di beberapa titik jemput tadi bus berhenti agak lama. Misal ketika berhenti di Pulogadung, kita bisa turun dan makan tanpa terburu-buru. Nanti kalau sudah masuk tol Cikampek bus akan berhenti untuk makan malam di sebuah rumah makan khusus untuk bus-bus malam. Sepertinya di daerah Cirebon.
Kembali ke kursi penumpang, bagi yang memilih dek atas, ada tempat pijakan dan pegangan tangan untuk naik. Tak ada masalah bagiku untuk naik. Untuk lansia dan mereka yang overweight sepertinya agak kesulitan.
Usahakan bawa tas minimal pas ke kursi ini. Soalnya tidak ada tempat menaruh barang. Jadi membawa dua tas sangat aku sarankan. Tas besar bisa ditaruh di bagasi. Tas kecil bisa kita bawa ke kursi.
Aku memilih dek atas. Ternyata tidak ada colokan listrik atau usb untuk charge ponsel. Yang milih dek atas siapkan powerbank. Colokan listrik ada di lantai bawah. Itu pun hanya ada satu kombinasi colokan di depan, dan satu di belakang. Kalau tidak salah tiga colokan. Jadi harus cepat-cepat pakai kalau kosong.
Pihak bus sudah menyediakan bantal kecil dan selimut. Untuk menjaga privasi penumpang, ada tirai yang bisa digeser-geser. Jadi seperti hotel kapsul mini. Ketika sandaran kursi direbahkan maksimal, tempat duduk pun sudah selayaknya tempat tidur. Tak perlu sungkan merebahkan maksimal sandaran kursi ini sebab jarak antarkursi sangat lega. Juga ada pembatas, sehingga kita agak susah melihat penumpang di depan atau di belakang kita.
Ketika bus melaju, lampu utama dipadamkan. Untuk lorong ada lampu led di plafon bus yang cukup terang menyinari lorong bus. Di kubikel penumpang ada lampu kecil di pilar sisi luar. Lebih dari cukup menurutku untuk sekadar membaca teks di layar ponsel.
Aku pikir bus ini melaju terus ke Jogja lewat tol Trans Jawa dan keluar di Kartasura, masuk Jogja dan “ngandang” di poolnya di Magelang. Ternyata keluar Weleri dan menuju Jogja via Temanggung. Sepenggal jalur ini membuat tidurku terganggu karena jalurnya berkelak-kelok. Padahal baru dalam fase siap mimpi. Alhasil baru bisa tidur pulas saat memasuki Magelang dan tergagap-gagap ketika dibangunkan sudah sampai Terminal Jombor.

Aku lihat jam baru pukul 02.15. Hadeuh … Terlalu cepat dari perkiraan yang pukul 05.00. Ternyata masih ada satu penumpang yang turun di Jogja sisi selatan. Aku pun tidak jadi turun di Jombor dan ikut turun bareng penumpang terakhir. (Terminal Jombor di Jogja sisi utara, sedangkan rumah yang kutuju ada di selatan kota Jogja.)
Karena janji dijemput jam lima pagi, tapi sampai terlalu cepat, aku pun ngojek untuk sampai tempat tujuan.
Sebagai alternatif moda bepergian, sleeper bus ini bersaing dengan kerera kelas eksekutif. Terlebih untuk mereka yang tinggal di seputaran Temanggung dan Magelang yang nanggung juga jika naik KA yang turun di Gambir atau Lempuyangan, pusat kota Jogja.



