2 Kali Nyasar di Lawu Trail Run

gussur.com – Lawu Trail Run menjadi lomba lari lintas alam pertamaku di tahun 2016. Juga pertama di Gunung Lawu. Melombakan dua nomor -12 km dan 21 km – kuota peserta sejumlah 300 terpenuhi. Kata panitia saat aku mengambil nomor dada di Plaza Palur, Solo. Lokasi lomba di Tahura KGPAA Mangkunegara, yang pernah terbakar beberapa waktu silam.

Saya tertarik karena aura Candi Sukuh saja. Tahura yang terletak tak jauh dari Candi Sukuh ini akan membawaku pada sebuah napak tilas gowes dari Sengkan di Jalan Kaliurang Yogyakarta ke Candi Sukuh, Karanganyar. Perjalanan yang menguras tenaga dan mental.  Soalnya saya punya waktu terbatas. Saya waktu itu ke Yogya bersama-sama teman memenuhi undangan perkawinan seorang teman. Di hari kedua teman-teman mau berkeliling ke Solo sekalian kembali ke Jakarta, saya mencuri waktu untuk gowes ke Candi Sukuh.

***

Rencana awal meminjam kendaraan teman dari Yogya sebab lokasi lari agak susah dicapai dengan kendaraan umum. Tiket sudah dipesan ketika teman memberi tahu bahwa pada hari-H kendaraan dipakai! Beruntung Atur – teman sekantor yang juga ikut LTR dapat pinjaman sepeda motor dari kakaknya yang tinggal di Yogyakarta. Namun harus membawa helm sendiri. Saya pun mengontak teman penggowes yang rumahnya tak jauh dari Stasiun Tugu.

Setelah mendapatkan helm pinjaman dan juga matras sewaan, selepas siang kami menuju ke Palur Plaza mengambil nomor dada. Gerimis mengiringi kami menuju Solo. Tanpa terasa punggung mulai terasa sakit akibat tas ransel yang mencangklong di punggungku. Juga karena jok sepeda motor yang tipis bertemu dengan pantat yang juga tak tebal-tebal amat.

Sempat bertanya beberapa kali menuju ke Palur Plaza, akhirnya ketemu juga. Sudah menjelang sore, dan hanya ada beberapa orang yang mengambil nomor dada. Lokasi pengambilan di Food Court lantai 2 Palur Plaza sehingga kami sekalian makan siang di sore hari. Tak apalah, daripada tidak terisi nasi perutku.

Dari Palur Plaza kami mampir ke gereja tak jauh dari Palur Plaza. Kebetulan Pakdenya Atur menjadi pastur di situ. Selain juga beribadah karena Minggu sepertinya tak memungkinkan ke gereja. Mandi, sembahyang, dan dapat makan malam gratis hehe …

Hujan membuat kami menunda sebentar menuju ke Tahura KGPAA Mangkunegara. Sebelumnya kami memilih menginap di tenda peleton yang disediakan panitia. Syaratnya cuma membawa matras dan kantung tidur. Saya lupa membawa pelindung air ranselku sehingga takut isi ransel basah kalau menerabas hujan.

Beruntung hujan tak begitu lama. Sekitar pukul 20.00 kami melanjutkan perjalanan menuju Tahura. Saya masih ingat dengan jalan menuju Sukuh. Selepas kota Karanganyar jalanan mulai sepi. Menanjak pelan sebelum kami berhenti di Alfamart tak jauh dari Terminal Karangpandan untuk membeli minuman dan makanan buat pengganjal perut esok hari.

Menuju Candi Sukuh setelah Terminal Karangpandan adalah mengambil belokan kiri, melewati sebuah gerbang yang memberitahukan kita masuk ke kawasan Candi Sukuh – Candi Cetho. Sehabis melewati jembatan, maka jalanan akan menanjak terus sampai Candi Sukuh. Tanjakan terjal akan kita jumpai sebelum Candi Sukuh.

Tiba di Tahura sudah terlihat aktivitas panitia yang menyiapkan panggung. Setelah bertanya ke panitia di mana tenda peleton, kami segera menuju ke sana. Ternyata belum ada orang yang tidur di tenda. Wah, jangan-jangan memang hanya kami berdua yang berminat menginap di tenda.

Berhubung punggung yang sudah meminta direbahkan, setelah berberes-beres dan gosok gigi serta cuci muka, aku langsung menggelar matras dan masuk ke kantung tidur. Toh tak bisa juga tidur dengan nyaman. Setidaknya saya bisa melihat ada orang masuk dan tidur dengan menggulungkan tikar yang ada di tenda peleton sebagai selimut. Wah, nekat juga ini orang. Berselimutkan tikar saja. Tapi hawa memang tidak terlalu dingin sih.

Sekitar pukul 02.30, datang tiga orang yang langsung tidur di bagian tengah tenda sebab kedua sisi pinggir sudah dikapling orang. Mereka juga langsung tidur. Peserta yang baru datang atau panitia yang sudah selesai tugasnya? Saya hanya membatin.

… dan bunyi ayam jantan berkokok membuyarkan segala niat untuk tidur. Bukan, bukan ayam jantan milik hutan atau penjaga Tahura. Itu alarm ponsel saya yang setia berbunyi setiap pukul 04.30. Kecuali baterainya habis.

***

Setengah enam pagi sudah banyak peserta yang siap-siap di belakang garis start. Nomor 21 K start pukul 06.00, sedangkan 12K sejam setelahnya. Berhubung sudah penuh di depan, terus tidak mengejar podium – emang bisa? Wkwkwkwk … – aku start dari barisan belakang.

Sekitar 200 m pertama melewati jalan beton di kawasan Tahura. Rombongan depan langsung melesat sedangkan yang belakang merayap. Mau lari enggak bisa karena rombongan tengah banyak yang jalan. Startnya unik juga sih. Begitu start peserta harus langsung belok kiri, jalanan menanjak, dan belum kencang harus belok kiri lagi. Nanjak lagi. Belum jauh larinya, belok kanan. nanjak lagi. Belum jauh, masuk single track. Nanjak lagi. Dengan kondisi seperti itu, untuk menyalip peserta di depan sangat sulit.

Masuk single track baru terasa trail-nya. Cuma nanjaknya nyengklek. Beberapa rusa di kanan kirinya rerumputan tebal yang tidak tahu apakah tanahnya datar atau berlubang. Jadi saya tidak mau ambil risiko untuk menyalip peserta di depan.Sekitar sekilo nanjak terus sampai ketinggian 1.420-an mdpl. Lalu turun sampai ke Jembatan Merah. Bayangan saya seperti jembatan merah  di Kebun Raya Bogor. Ternyata hanya seperti background di studio foto. Jadi ingat Studio Foto Bas di kampung.

DSCN7416

Nanjak lagi sampai ketinggian yang hampir sama dengan puncak pertama, turunan kali ini lebih terjal. Tapi juga lebih lebar. Peserta sudah mulai tersegmentasi sehingga jalur relatif sepi. Sempat bertemu dengan Ibu2 yang habis mencari rumput untuk hewan piarannya. Ngobrol ngalor ngidul sebelum lanjut melewati jalan yang agak licin.

Berhubung sepi saya pun memanfaatkan untuk selfie dengan kamera saku. Pas di sebuah pengkolan melihat ada motor terparkir. Ya sudah, jadi properti selfie hehe … Peserta yang lewat tersenyum-senyum saja melihat aksiku.

DSCN7425

DSCN7430

Berpapasan dengan beberapa pencari rumput dan adanya motor menunjukkan bahwa sebentar lagi masuk perkampungan. Benar saja, jalan beton menyambut jalur selanjutnya. Turun lagi! Jadi keenakan ngebut, menyalip yang ada di depan. Pas pertigaan kok tidak ada tanda ke kanan atau ke kiri? Tanya ke tukang ojek yang mangkal di sudut pojokan katanya belok kiri.

Wah, pas banget! Soalnya yang ke kiri turun dan jalanan aspal. Namun belum sampai belokan ada yang berteriak-teriak kalau rutenya salah. Waduh, balik nanjak lagi. Ternyata tak jauh dari perbatasan hutan – perkampungan tadi ada tanda di sebelah kiri yang mengarahkan untuk masuk ke pekarangan rumah orang. Menurutku terlalu kecil dan kurang mencolok. Harusnya di jalan juga dikasih petunjuk untuk belok kanan.

(Setelah melihat peta pelari[an], ternyata kalau nyasarnya aku lanjutkan ketemu jalur yang semestinya juga. Memangkas banyak jarak dan … tenaga tentunya hehe ….)

Petunjuk tadi mengarah ke WS 1, Telaga Mardido. Sebelum ikut saya membayangkan telaga ini begitu luas dan airnya bening. Ternyata biasa saja. Tak begitu luas. Tapi siapa juga yang mau menikmatinya kalau telaga itu benar-benar indah. Yang penting ada pos refreshment. Lumayan dapat pisang dan air minum.

DSCN7432

***

Telaga Mardido sepertinya menjadi tempat pengantar peserta menuju trek jalan aspal. Sebab setelah itu masuk ke perkampungan. Jalanan aspal nanjak. Untung masih sepi.

Sempat bertemu dan berfoto-foto dengan jersey “kembaran”, rute selanjutnya adalah naik turun jalan aspal. Enaknya bisa menyalip dengan leluasa. Namun ketika jarak sudah lebih dari 5 km-an, peserta sudah terseleksi. Tak banyak lagi kerumunan. Berbeda dengan lari jalan raya.

Tadinya mengira bakalan lewat Situs Planggatan sehingga bisa berfoto-foto. Aku sendiri juga penasaran situs apa ini. Tapi … ternyata cuma lewat jalan besarnya saja. Petunjuk Situs Planggatan tidak merinci jaraknya sehingga ragu-ragu untuk berbelok sebentar. Terlebih jalannya nanjak. Mirip kejadiannya dengan Candi Sukuh. Saya pikir detik-detik akhir menuju tempat finish dilewatkan Candi Sukuh. Enggak tahunya sebelum tikungan yang menanjak itu dibelokkan ke kiri masuk perkampungan. Padahal pingin selfie di Candi Sukuh. Tapi … beruntung juga lewat perkampungan ini. Bisa melewati rindangnya pohon bambu. Dan nyasar kembali. Untunglah nyasar kedua ini tak terlalu panjang namun lama memutuskan mau lewat jalan yang mana.

Secara keseluruhan ya baguslah acara ini. Meski perasaan treknya banyak di aspal deh. Hanya petunjuk perlu diperhatikan, terutama yang rawan perhatian. Soalnya, pas habis mandi ngobrol dengan peserta lain, ia kesasar lebih parah. Ikut nomor 12K tapi kesasar ke jalur 21K. Lah … kok bisa ya?

Balik ke Yogyakarta aku bonceng Atur cuma sampai Terminal Solo saja. Punggung dan pantat tidak bisa diajak kompromi. Mana juga ngantuk.

Semoga bisa ikut Lawu Trail Run tahun depan. Dengan rute yang lebih banyak “trail”nya.

lawutrailrun 1

lawutrailrun 2

lawu trail run hasil

***
DSCN7435 DSCN7437 DSCN7438 DSCN7440 DSCN7441 DSCN7442 DSCN7445 DSCN7448 DSCN7449 DSCN7453 DSCN7455 DSCN7457 DSCN7458 DSCN7459 DSCN7463 DSCN7465

3 Comments

    1. eh, apa kabarnya om? iya, saya ingat kokikut goat run merapi gak? gsr  Melewati kesulitan kita akan jaya. (Evelyn – Pearl Harbor) gussur.com

  1. udah daftar siih merapinya….. hehehe…… ada potoku di blog ini… 2 malahan… makasyih…… mantep mas gussur 2x kesasar aja kenceng…

Leave a comment