Ini kali kedua gowes ke Gn Bunder dengan rute berangkat sama. Eh, enggak ding. Dulu sama Fredy jalan dari Citos, Cinere, Parung, Ciseeng. Kemarin mampir ke Abah Ush di Pamulang. Kumpul dengan rombongan lain (total peserta 46) di Bukit Dago. Harusnya lurus aja terus, enggak tahu kok pakai belok kanan segala. Yang jelas, rutenya dibikin muter biar pemanasannya tambah lama. Maklum, RC kali ini dari THCC bin Tahu Cocol Cyclist.
Berangkat pk 08.00 berhenti di warung depan Sekolah Sandi sekitar pukul 09.30. Bingung juga, ini sarapan apa makan siang? Brunch kali ya? Cuma gak nafsu saja karena belum lama perut terisi bubur kacang ijo dan wedang jahe. Jadinya ya pesan teh manis dan pisang saja.
Jalan lagi menuju ke Rumpin. Belok kiri arah Atang Sanjaya menyusuri S. Cisadane, beberapa ruas jalan rusak berat. Sebagian sudah dibeton. Mungkin karena menjadi jalur truk pengangkut pasir maka jalan yang belum dibeton menjadi rusak parah. Aku yang pakai sepeda lipat (seli) kudu berjibaku mengamankan ban depan agar tak terguncang2.
Belok kanan menuju Pasar Ciampea merupakan turunan yang kudu hati-hati sebab ada jembatan yang harus dilewati sebelum menanjak menuju Pasar Ciampea. Di sini terjadi kemacetan gara2 sebuah angkot ngetem yang tidak mau memajukan kendaraannya. Pasar plus angkot memang biang macet.
Rombongan jadi tercerai berai gara2 macet itu. Akhirnya mencoba regrouping di warung es buah tak jauh dari jalan raya Rangkasbitung – Bogor. Awal tanjakan 200 m!
Di sebuah pertigaan dengan beberapa plang petunjuk soal curug dan PT Petrodrill inilah awal tanjakan ke Gn Bunder dimulai. Mulanya landai, lama2 mulai curam. Sesekali ada jalan datar. Rombongan kembali tercerai berai. Ada yang berdua, berempat, atau sendirian.
Berhenti, mendorong alias TTB, kencing di pinggir jalan, membuka jersey sambil bengong mewarnai perjalanan sepanjang sekitar 15 km menuju Gerbang Taman Nasional Gn Halimun Salak. Lucu2 polah tingkah orang yang kecapaian gara2 nanjak. Beberapa yang tidak kuat akhirnya naik angkot.
Nasib naas menimpa duo seli Cak Kris dan Wahyu yang kesasar. Di sebuah pertigaan dengan plang Gn Salah Endah lurus dan Curug Luhur belok kiri, mereka ambil yang ke kiri. Padahal jalurnya naik turun lumayan menguras tenaga. Baru sadar setelah tidak terlihat salah seorang peserta. Padahal di pertigaan banyak orang yang bisa ditanyai.
Gara2 tercerai berai itulah makan siang tidak bisa bersama-sama. Yang sampai duluan sudah tidak kuat sebab paket nasi sudah datang. Ya sudah, sambil menunggu yang sedang ngos2an nanjak, paket nasi pun dibuka. Isinya ada nasi, sayur asem, tahu-tempe, ikan goreng dan ayam, sambal, dan lalapan. Habis makan ada yang foto2, ngobrol, ada juga yang langsung ngorok.
Cukup panjang jarak antara yang sampai duluan dengan duo seli yang tersasar tadi. Setelah semua sampai di depan gerbang diputuskan untuk langsung kembali karena waktu sudah lewat siang. Rencana awal memang mau berendam di curug. Namun bisa2 sampai malam di rumah kalau memaksa berendam di curug.
Pulangnya dibagi dua rombongan: Rombongan Pamulang dan Rombongan Jakarta. Yang Rombongan Pamulang gowes terus sampai rumah melewati Darmaga, yang Rombongan Jakarta menuju ke Stasiun Bogor melewati Curug Luhur tempat duo seli sempat nyasar.
Yang Rombongan Pamulang jalannya turun terus. Rombongan Jakarta terjebak cekungan. RC mas AH ternyata juga baru pertama kali lewat jalur ini. Alhasil, beberapa anggota rombongan yang sudah susah payah nanjak ke Gn. Bunder tumbang di jalur ini. Lanue, Intan, dan Goro menjadi santapan TTB di setiap tanjakan yang terkadang masih tersembunyi di kelokan. Sekitar 10 km jalan turun naik sebelum akhirnya turun sampai ke Jln. Empang.
Toh meski “merasa” terkena jebakan betmen, banyak yang pingin ngulang rute ini. Terlebih di Curug Luhur ada waterboom yang menarik hati untuk mengeluarkan adrenalin.
Rombongan Jakarta sampai di stasiun kereta pkl 17.05, sementara kereta berangkat pkl 18.15. Rombongan Pamulang menurut kabar sampai rumah jam segitu juga.