gussur.com – Beberapa teman yang saya kenal dan mulai menyukai trail run banyak yang mengasah kemampuan untuk memperkuat kaki agar bisa menanjak dengan strong. Begitu juga dengan treadmill yang ada di kantor saya, hanya ada incline alias nanjak. (Enggak tahu apakah ada treadmill dengan feature decline ya …)
Dari beberapa kali ikut lomba, saya baru menyadari betapa pentingnya kemampuan berlari efisien selama turunan. Dibandingkan dengan tanjakan, turunan memberikan tantangan yang lebih menurut saya. Jika tanjakan lebih ke arah power, maka turunan adalah keseimbangan tubuh dan meredam tubuh yang “tersedot” gravitasi.
Turunan menjadi kompleks tak hanya melibatkan kelenturan badan, tapi juga sepatu yang pas. Sepatu yang kekecilan akan membuat jempol dan jari-jari lainnya sakit karena terkena “benturan” yang intens. Saya merasakan ini saat ikut BTS Ultra. Selepas Mt. Ayek-ayek melihat turunan sudah jiper.
Turunan menjadi berbahaya ketika jalur dipenuhi rerumputan atau batu. Turunan amat sayang jika dilalaui dengan pace standar. Tentu ada dorongan untuk memangkas waktu dengan memanfaatkan turunan. Namun jika tidak hati-hati bisa celaka malahan. Saya mengalami ketika ikut Manglayang Trail Run di Bandung. Kaki terperosok ke lubang yang tertutup rerumputan. Ketika ikut Gede Pangrango 21K, giliran kepeleset di bebatuan.
Tak punya banyak kemewahan untuk latihan turunan di alam membuat saya memanfaatkan tangga darurat sebagai tempat latihan lari turun. Tentu banyak risikonya. Jadi lebih ke arah kecepatan saja. Juga latihan fokus. Bisa fokus turun tiap satu tangga, satu dua, atau dua-dua. Tiga anak tangga sekaligus tentu mengundang risiko.
Sejauh ini lumayan bisa membantu dalam hal kecepatan kaki menuruni anak tangga. Untuk di alam bebas, sepanjang trek relatif mulus sangat membantu latihan “ngicik” di anak tangga itu.
Mau mencoba?
Gussur Ngeblog 