Menggigil Semalaman di Alun-alun Suryakencana

gussur.com – Beberapa kali naik Gunung Gede dan foto-foto narsis di gerumbulan edelweis, belum sekalipun merasakan dinginnya malam padang sabana ini. Makanya ketika Joy ngajak untuk kemping ke sini aku pun mengiyakan saja.

“Kapan saja oke. Wong pensiunan kok. Asal jangan weekend saja,” begitu katanya ketika kutanya soal waktu.

Akhirnya ditetapkanlah akhir Juni 2022 sebagai waktu kemping. Bermula dari ajakan ini kemudian beberapa teman ikut bergabung. Ada Mas Nug dan Dimas yang sudah pensiun dari Kompas Gramedia juga, lalu Soni dan Rokhmat yang masih berstatus karyawan tapi bisa WFA. Rencana Dimas mau mengajak istri dan anaknya. Namun karena istrinya kemudian berhalangan, jadilah hanya anaknya, Arka, yang akhirnya ikut.

Belakangan Rokhmat undur diri karena alasan kerjaan. Jadilah kami berenam: aku, Joy, Mas Nug, Dimas, Arka, dan Sony. Ditetapkan pintu masuk Gn. Putri sebagai basecamp.

Kami menginap di Wisma Kompas Cipanas sebelum paginya diantar ke pintu masuk Gn. Putri. Ini kali pertama aku kemping ke Gn Gede via Gn. Putri. Sebelumnya pernah kemping tapi di Mandalawangi, Cibodas. Jalur Gn. Putri pernah kulintasi tapi saat turun dan malam-malam lagi. Tidak begitu apal juga. Waktu itu cuma bertiga dan statusnya tidak boleh mendaki karena kawasan Gepang ditutup untuk umum. Naik Cibodas, turun Gn Putri.

***

buka nesting buat masak ala-ala chef

Dibandingkan dengan jalur Cibodas, jalur Gn Putri ini lebih nyaman buat kaki menurutku. Karena didominasi jalan tanah. Tidak seperti Cibodas yang dari awal sudah berbatu-batu. Memang medannya berat karena didominasi tanjakan. Namun karena jaraknya relatif pendek dibandingkan dua jalur lainnya (Cibodas dan Selabintana) maka waktu tempuhnya pun bisa lebih singkat dibandingkan jalur lainnya.

Jalur pendakian Gunung Gede via Putri terletak di Kp. Gunung Putri, Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Jalur ini bisa dibilang sebagai jalur yang ramah pemula karena kondisi jalur dan penanda arah yang cukup jelas. Terkait pos pendakian Gunung Gede via Putri terdapat 5 pos yaitu pos informasi, pos Legok Leunca, pos Buntut Lutung, pos Simpang Maleber, dan pos ke-5 Alun-alun Suryakencana Timur.

Dari terminal angkot Gn Putri, ke pintu pengecekan sudah langsung menanjak melewati jalan beton, sekitar 1 km. Selepas itu masih ada jalan beton sebelum akhirnya ketemu dengan jalan setapak tanah. Pemandangan sudah menyejukkan mata. Bahkan sebelum Resort Gn Putri kita akan melihat air terjun mini yang jatuh ke sungai kecil nun jauh di sana.

Tak jauh dari sini kemudian kita disuguhi jalan menanjak ngehek sebelum akhirnya masuk hutan pinus. Di sini tempat terakhir kalau kita ngojek dari bawah. Tapi kalau dipikir-pikir, agak ngeri juga naik ojek. Mending jalan kaki pelan-pelan.

Dari gerbang sampai pos 5 di Alun-Alun Surya Kencana sisi timur kita akan menyusuri jalur di rindangnya pohon. Beberapa terasa pepat sehingga matahari tidak tampak. Jalur banyak didominasi tanah. Jadi bisa dibayangkan kalau naik pas hujan.

Enaknya lewat jalur Gunung Putri, banyak wargun, alias warung gunung yang menjual makanan pengganjal perut. Jadi jangan khawatir kelaparan. Dari mi gelas sampai goreng-gorengan tersedia. Aku sempat “terjebak” enaknya pisang goreng. Apalagi pas mentas dari penggorengan. Teman-teman yang lain juga mengakui enaknya pisang goreng ini.

ada lima pos yang akan kita lewati. Pos pertama berada di ketinggian 1880 mdpl. Ada sebuah gazebo sederhana yang bisa digunakan untuk berteduh beberapa orang. Selain itu, di depan gazebo ada wargun yang menjual kopi, buah-buahan, gorengan, hingga nasi bungkus.

Selepas pos 1, perjalanan menuju Pos 2 Legok Leunca akan melewati medan yang didominasi akar pepohonan dengan kontur yang mulai menanjak. Jarak pos 1 ke Legok Leunca ini sekitar 500 meter. Pos 2 ini berada di ketinggian 1.993 mdpl. Ada wargun juga tapi waktu itu belum buka.

Menuju ke Pos 3 Buntut Lutung jalurnya masih sama. Bercanda dengan akar pepohonan sembari ngos-ngosan karena medan tetap menanjak dan jarak lebih jauh, sekitar 1 km. Ada semacam gazebo yang lagi-lagi ada wargun dan kali ini buka. Di sinilah saya merasakan enaknya pisang goreng! Dibandingkan dengan pos-pos sebelumnya, di Pos 3 ini kita akan berjumpa dengan banyak pendaki. Sepertinya ini menjadi tempat ideal untuk berhenti. Bahkan waktu itu ada yang mendirikan tenda di sini.

Jika Anda bertanya mengapa banyak kita temui pendaki di Pos 3, jawaban itu ada ketika kita sampai di Pos 4 Simpang Maleber. Ternyata, jalur Pos 3 menuju Pos 4 bisa dibilang sebagai jalur terberat di rute pendakian Gunung Gede via Putri. Masih bercumbu dengan akar pepohonan, kali ini harus ditambah dengan goyang patah-patah melewati ranting atau pohon tumbang. Apalagi kontur seperti tak menyisakan kaki buat ambil napas. Pelit jalur landai soalnya. Makanya, di jalur ini akan kita temui pos bayangan (Lawang Saketeng) di ketinggian 2.490 mdpl. Jarak pos 3 ke Pos 4 ini sekitar 1 km. Ketinggiannya 2.627 mdpl. Aku tidak melihat adanya gazebo di sini. Apa terjajah oleh wargun? Kembali merasakan enaknya pisang goreng yang masih panas karena baru entas dari penggorengan.

Di Pos 4 Simpang Maleber ini kita sudah bersua dengan pohon cantigi. Pertanda puncak sudah dekat. Medan sudah mulai ditingkahi jalur landai. Begitu keluar dari rerimbunan pohon dan melihat padang sabana menghampar di depan, perjalanan seperti sudah sampai di tujuan. Pos 5 ini berada di tepi sisi timur Alun-Alun Suryakencana. Kalau sudah terasa lelah dan kesorean, bisa saja mendirikan tenda di sini. Cuma Puncak Gede masih jauh dan sumber air tidak ada. Makanya banyak pendaki yang berkemah di sisi barat Alun-Alun Suryakencana yang berjarak sekitar 1,5 km.

Kecuali Mas Nug dan Sony, kami tiba di sisi barat Alun-Alun Surken sebelum kabut pekat menjerat kami. Termasuk kloter awal sehingga masih bisa memilih tempat untuk mendirikan tenda, yakni di sepanjang sisi aliran “kali”. Lebih tepatnya selokan dengan air yang jernih. Aku sempat menyusuri mata air ini dan ternyata gak jauh dari lokasi kami berkemah. Semakin ke bawah semakin besar selokan ini dan sekitar 300 m ke bawah sudah membikin air terjun mini dengan danau kecilnya.

Tenda berdiri dan kami pun istirahat sembari menunggu masakan matang.

***

cuaca cerah di alun-alun suryakencana

Gelap menyergap, dan dingin mulai menggigilkan badan. Membuat malas untuk keluar tenda apalagi perut sudah kenyang. Di luaran masih banyak pendaki yang baru datang. Dari balik kelambu penutup pintu aku bisa melihat mereka mulai mendirikan tenda. Sepertinya gerimis mulai turun.

Meski perut kenyang dan ongap-angop (berkali-kali menguap), namun mata ini susah sekali terpejam. Cuaca begitu dingin sekali menurut badan saya yang tipis ini. Mencoba memakai kaos kaki dobel dan long john, tetap saja dingin menusuk, terutama bagian kaki.

Yang terjadi tidur sebentar, bangun lagi membetulkan kantung tidur. Tidur lagi, bangun membenarkan posisi yang enak. Begitu seterusnya dan sesekali lihat jam. “La baru jam delapan?” begitu batinku ketika perasaan sudah lama tidurnya dan berharap subuh menjelang.

Sampai sekitar jam sebelas malam, karena tidak kuat menahan rasa pingin pipis, membulatkan tekad keluar tenda. Begitu pintu kebuka dan kaki menginjak bagian luar tenda, brrrr …. jadi ragu-ragu mau terus atau balik. Sempat kepikiran untuk kencing di dalam tenda tapi tidak menemukan botol aqua atau tas plastik.

Ya sudah, sambil melihat suasana malam saya pun keluar tenda. Di sekitaran kami sudah banyak tenda-tenda berdiri. Mau pipis di tempat tersembunyi tidak kuat menahan dingin. Akhirnya ke belakang tenda dan melampiaskan kegelisahan akibat kantung kemih yang mulai penuh terisi.

Meski masih susah tidur, tapi sudah lebih mendingan dibandingkan sebelumnya.

Ketika hari terang, aku pun keluar tenda. Meski masih menahan dingin, tapi sudah tidak sedingin malam tadi. Melihat hamparan sekeliling aku jadi paham mengapa semalam begitu dingin. Hamparan rumput yang kemarin berwarna hijau pagi itu keperak-perakan. Ketika melihat tenda, lempengan-lempengan es menempel, sebagian mulai mencair.

Kami sarapan dan setelahnya berencana naik ke Puncak Gede.

***

lempengan es di atas tenda kami

Agak terkejut ketika mendaki ke Puncak Gede lewat jalan setapak di kerindangan pohon cantigi. Undakan batu lebih tertata rapi. Ini pertama kali ke Puncak Gede lewat Putri. Jadi dari Alun-Alun Surken menanjak. Beberapa kali ke Gunung Gede selalu dari pintu Cibodas. Jadi ke Alun-Alun Surken-nya turun. Dulu ketika ikut lomba turunan ini begitu mengasyikkan karena kita bisa berpegangan batang-batang atau ranting pohon cantigi.

Berbeda dengan cuaca-cuaca sebelumnya, pagi itu puncak G Gede begitu cerah. Menurut seorang penjaga wargun, hampir seminggu sebelumnya cuaca di puncak kurang bersahabat. Bahkan malam pun sering terjadi hujan badai.

Kami pun berswa foto dengan latar belakang G Pangrango dan tentu saja tugu triangulasi G Gede.

Puas berfoto dan menikmati kecerahan cuaca pagi itu, kami pun turun dan memasak kembali untuk memberi tenaga tubuh.

Usai perut kenyang, saatnya membereskan peralatan makan, membongkar tenda, merapikannya, dan memasukkan ke dalam keril kami masing-masing. Sudah saatnya meninggalkan Alun-Alun Surken yang sangat bersahabat di pagi ini.

Turun relatif tak bermasalah. Bahkan Mas Nug yang berangkat keteteran, turun kali ini ngacir. Sempat berencana ngojek dari tepian hutan pinus, nyatanya setelah kami tunggu di dekat Resort Gunung Putri kami bisa turun bersama kembali sampai di terminal.

Sore kami sudah di Wisma Kompas kembali. Mandi-mandi bentar lantas makan di warung tak jauh dari Wisma.

3 Comments

Leave a comment